Tuesday, August 11, 2009

BEDAH BUKU

MELURUSKAN DIKOTOMI AGAMA DAN POLITIK
(Bantahan Tuntas Terhadap Sekulerisme dan Liberalisme)
Dr. Yusuf Al-Qaradhawi


Bab I Penjelasan tentang Dua Istilah Kunci; Agama dan Politik
- Definisi kata “Ad-din”
Ø Secara etimologi, menurut bahasa arab, kata ad-din mengisyaratkan adanya ikatan dua pihak, bagi pihak pertama berupa kepatuhan atau ketaatan, sedangkan bagi pihak kedua bersifat perintah dan kekuasaan atau hukum kewajiban.

Ø Secara terminologi, kata ad-din berarti hukum Tuhan yang diberlakukan untuk orang2 yang berakal sehat agar mereka mendapatkan kebaikan pada saat sekarang dan memperoleh kebahagiaan di masa datang sesuai dengan kehendak mereka sendiri.

Ø Ad-din bermakna:
- balasan (QS. Al-Fatihah:4)
- ketaatan (QS. An-Nisa:146)
- keyakinan yang dianut suatu kelompok walaupun keyakinan tersebut sesat (QS.al-Kafirun:6)

- Definisi kata “As-Siyasah” (Politik)

Ø Secara etimologi, menurut bahasa arab, kata as-siyasah bermakna mengatur atau memimpin.
Ø Secara terminologi, kata as-siyasah berarti segala aktifitas manusia yang berkaitan dengan penyelesaian konflik dan menciptakan keamanan bagi masyarakat. Dalam Al-Mu’jam Al-Qanuni kata as-siyasah diartikan sebagai “Dasar-dasar atau disiplin ilmu yang membahas tentang cara mengatur berbagai persoalan yang bersifat umum.
Kata as-siyasah tidak terdapat dalam Al-Qur’an, baik dalam ayat-ayat Makkiyah maupun Madaniyah, bahkan tidak ada satu kata pun yang merupakan derifasi dari kata as-siyasah baik sebagai kata kerja maupun kata sifat. Akan tetapi bukan berarti bahwa Al-Qur’an atau islam tidak berkaitan dengan politik atau tidak punya kepedulian terhadap politik karena seringkali suatu lafadz tidak terdapat dalam Al-Qur’an, tetapi ditemukan kata lain yang mempunyai kandungan makna yang senada dengan kata tersebut.
Al-Qur’an menggunakan kata dan redaksi yang bermacam-macam untuk mengungkapkan kata politik, baik dengan kata memuji ataupun mencela. Di antaranya Al-Qur’an menyebutkan ada “kerajaan atau kekuasaan yang adil” (An-Nisa:54, Yusuf:101, Yusuf:54, Al-Baqarah:251, Al-Kahfi:84) dan “kerajaan yang dzalim, diktator dan sewenang-wenang terhadap rakyatnya” (Al-Qashash:4). Ada pula dengan menggunakan redaksi yang bermakna “kedudukan” (Yusuf:56, Al-Haj:41), “kekuasaan” (An-Nur:55, Al-A’raf:129), “Al-hukm atau penetapan hukum/perkara” (An-Nisa:58, Al-Maidah 49-50, Al-Maidah:44,45 dan 47).
Dalam sebuah hadits muttafaqun ‘alaih ditemukan sebuah kata yang berasal dari akar kata as-siyasah, yaitu hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah. Diceritakan bahwasanya Nabi SAW bersabda,
“Dulu, Bani Israil dipimpin oleh para Nabi, setiap ada seorang Nabi yang gugur, muncul Nabi lain. Tetapi tidak akan ada lagi Nabi sesudah saya, selanjutnya (kalian akan dipimpin) oleh para khalifah yang berjumlah banyak.”
Para sahabat bertanya kepada beliau, “Lalu, apa yang engkau perintahkan kepada kami:”
Beliau menjawab, “Lakukanlah baiat kepada khalifah pertama, setelah itu baiat khalifah sesudahnya, berikan kepada para khalifah tersebut hak mereka yang telah ditentukan oleh Allah untuk mereka, sesungguhnya Allah akan menanyakan mereka tentang kepemimpinannya.”
Politik yang Adil Sesuai dengan Tuntunan Syari’at
Ibnul Qayyim berkata, “Politik yang adil tidak bertentangan dengan bunyi ketentuan syari’at, justru politik yang demikian sesuai dengan ajaran yang terkandung didalamnya. Jika dilihat dari karakter dan tanda-tanda lainnya, politik juga bisa disebut sebagai keadilan Allah dan RasulNya.”
Di antara bukti yang ada adalah bahwa Rasulullah SAW melarang prajurit islam mencuri harta rampasan perang bahkan kemudian menyuruh harta benda milik pencuri dan semua orang yang bekerja sama dengannya untuk dibakar. Rasulullah pernah berencana membakar beberapa rumah milik kaum muslimin yang tidak mengerjakan shalat jum’at dan shalat berjama’ah. Beliau juga pernah melipatgandakan denda terhadap orang yang menyembunyikan pelaku sebuah kejahatan. Berkenaan dengan orang yang enggan membayar zakat, Rasulullah bersabda, “Kita tetap akan mengambil zakat dari orang tersebut ditambah separo hartanya (sebagai denda karena pembangkangannya,pentj.) sebagai bentuk pelaksanaan salah satu perintah Allah SWT.”
Demikian juga dengan para sahabat dan pengganti beliau yang hidup sesudahnya, sangat mudah ditemukan oleh orang yang ingin mengetahui tindakan-tindakan mereka yang bermuatan politis.
Sebut saja ketika Abu Bakar yang membakar para pengikut kaum Nabi Luth (homoseksual,pentj.) dan menyuruh mereka merasakan panasnya api sebelum benar-benar mereka rasakan di akhirat kelak. Demikian juga dengan Umar yang membakar pundi-pundi tempat minuman keras juga membakar kampung yang digunakan sebagai tempat penjualan minuman keras. Umar bahkan pernah memecat para pegawainya kemudian mengambil separo harta mereka untuk diberikan kepada kaum muslimin disebabkan mereka telah memanfaatkan tugas yang diembannya untuk mencari uang. Umar juga pernah memerintahkan para sahabat Nabi untuk mengurangi kesibukan mereka terhadap hadits Nabi, karena kesibukan tersebut menyebabkan mereka sedikit melalaikan Al-Qur’an. Dan masih banyak lagi contoh yang lain.

Politik dalam Perspektif Barat
Saat ini, secara sadar maupun tidak, suka atau tidak, mau atau tidak, banyak lembaga pendidikan kita yang sudah terpengaruh oleh Barat baik budaya maupun pemikirannya. Juga dengan para pemikir dan budayawan kita yang sebagian besar referensinya berasal dari Barat.
Apalagi banyak kajian tentang sosial kemasyarakatan –terutama sosial politik- yang berasal dari Barat. Kebanyakan pemikir hanya mengiblat Barat tanpa disertai kritik dan analisa yang mendalam. Dengan melakukan studi kritik, kita bisa mengikuti ataupun menolak Barat sesuai dengan standar hukum dan norma yang kita yakini, bukan standar dan kriteria Barat.
Banyak definisi politik dari berbagai sudut pandang yang berbeda; seperti pengertian politik menurut aliran liberalisme yang jauh berbeda dengan pengertian politik menurut aliran intervensionalisme. Begitu juga pengertian politik menurut aliran individualism dengan aliran kolektivisme, penganut kapitalisme dengan sosialisme. Namun pada dasarnya, pengertian politik menurut mereka (Barat) hanya berisi seputar pemerintahan, kekuatan, dan kekuasaan. Hal ini bisa dilihat dari beberapa pendapat sebagian dari mereka mengenai politik:
1. Pengertian menurut Morganto, “Politik adalah pertarungan untuk mendapatkan kekuatan dan kekuasaan!”
2. Pengertian menurut Harold Lasswell, “Politik adalah kekuasaan atau wibawa yang dapat menentukan; orang yang berhak mendapatkan apa? Kapan? Dan bagaimana?”
3. Pengertian menurut William Robinson, “Ilmu politik berguna untuk mempelajari tentang kekuasaan dalam masyarakat. Juga berguna untuk mengetahui dasar-dasar kekuasaan, tujuan, target, dan hasil yang akan diperoleh.”
Berikut adalah gambaran sederhana mengenai tujuan akhir politik dilihat dari sudut pandang Islam dan Barat (dengan segala aliran yang ada disana);

Bab II Korelasi Agama dan Politik (Antara Perspektif Ulama dan Kaum Sekularis)
Para pengikut paham Modernis, Marxisme, dan Sekularisme mengatakan bahwa hubungan antara agama dan politik adalah hubungan yang saling berlawanan dan bertentangan. Mereka menganggap agama sebagai lawan dari politik, dan sampai kapan pun keduanya tidak akan pernah bisa bertemu. Mereka menafikan ajaran Islam yang konprehensif. Mereka menginginkan akidah tanpa syari’at, ibadah tanpa muamalah, agama tanpa dunia, dakwah tanpa Negara, dan kebenaran tanpa kekuatan. Sedangkan para pahlawan pembaharu muslim pada masa sekarang, mulai dari Ibnu Abdul Wahab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Hasan Al-Banna, Al-Maududi di Pakistan dan sebagainya sepakat bahwa syariat Islam mencakup akidah dan syariat, dakwah dan daulah, serta agama dan politik. Mereka bukan hanya berkutat pada teori-teori akan tetapi juga terjun langsung di dalamnya, merasakan pahit dan kejamnya politik, bahkan menjadi korban kekerasan karena mempertahankan konsep ini. Mengapa mereka rela melakukan semua ini, penyebabnya ada tiga hal, yaitu:
1. Ajaran Islam bersifat komprehensif
Ajaran Islam yang disyariatkan oleh Allah, tidak mengabaikan satu aspek pun dalam kehidupan kita. Islam memberikan ketentuan ataupun petunjuk hidup kita karena Islam mencakup seluruh aspek, baik material maupun spiritual serta individu maupun sosial (An-Nahl:89, Al-Baqarah:183 ttg puasa, Al-Baqarah:178 ttg qishash, Al-Baqarah:180 ttg wasiat, Al-Baqarah:216 ttg perang).
Al-Qur’an menggunakan redaksi yang sama untuk menunjukkan ketentuan hokum yang bersifat fardhu, yaitu kata “kutiba ‘alaikum” (diwajibkan atas kamu). Di dalam ayat-ayat tersebut, Allah telah mewajibkan kaum mukminin untuk melaksanakan beberapa perintah Allah, yaitu puasa sebagai salah satu kewajiban berbantuk ibadah ritual; qishash yang merupakan ketentuan syariat berkaitan dengan tindakan kriminal; wasiat yang berhubungan dengan hukum keluarga dan perang yang merupakan persoalan Negara.
2. Islam menolak jika ajaran-ajarannya dipilah-pilah dan dibeda-bedakan
Al-Qur’an sangat keras menolak sikap yang hanya mengikuti sebagian ajarannya seperti yang dilakukan oleh Bani Israil (Al-Baqarah:85). Oleh karena itu Allah menurunkan firman-Nya dalam Al-Baqarah:208 agar manusia memasuki Islam secara kaffah, tidak sepotong-potong, dan dalam Al-Maidah:49 tentang anjuran kepada Rasulullah untuk selalu berbuat adil dalam memutuskan setiap perkara, tidak berdasarkan pada hawa nafsu (keinginan2) manusia supaya beliau jangan sampai dipalingkan dari sebagian hukum-hukum yang telah Allah tetapkan.
3. Hidup tidak bisa dibagi dan dipisah-pisahkan, sama seperti manusia
Kehidupan tidak akan menjadi baik kalau Islam hanya diwujudkan dalam ibadah ritual yang tercermin dari keberadaan masjid-masjid misalnya, dengan mengabaikan aspek yang berkaitan dengan kehidupan lainnya, seperti hukum positif, pemikiran manusia, atau filsafat alam yang dipilih untuk mengarahkan kehidupan ini. Sama sekali tidak benar jika dikatakan bahwa Islam cukup memiliki masjid saja, sementara sekularisme berhak memiliki sekolah, universitas, pengadilan, radio, televisi, media massa, sinema, teater, pasar, jalan raya dan seluruh kehidupan ini.
Demikian juga manusia, dia tidak akan menjadi lebih baik jika hanya memahami agamanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya, sementara aspek materi, akal, dan perasaan diserahkan sepenuhnya kepada Negara, bukan kepada agama.


Dikotomi Agama dan Politik
Strategi awal yang dilakukan oleh para sekularis untuk mewujudkan pemikiran mereka adalah mengubah hubungan antara Negara dengan agama sesuai dengan teori yang mereka anut. Mereka memisahkan politik dari agama serta memisahkan agama dari Negara. Mereka juga mempopulerkan ungkapan, “Tidak ada agama di dalam Negara dan tidak ada Negara di dalam agama.” Sebuah ungkapan yang tidak boleh dikaji ulang maupun dikritik secara ilmiah.
Konsep tersebut sebenarnya mengukuti teori Machiaveli yang memisahkan politik dari etika. Ia berpendapat bahwa untuk mencapai tujuan, boleh menghalalkan segala cara. Pemikiran ini dianut oleh para penindas yang dictator dan selalu menyalahgunakan kekuasaan serta memakai kekerasan untuk melawan rakyatnya, terutama terhadap kalangan oposisi.
Apakah politik semacam ini yang dicita-citakan oleh manusia?
Umat manusia tidak akan menjadi lebih baik kecuali dengan menggunakan sistem politik yang mengikuti norma agama dan kaidah-kaidah etika. Yaitu sistem politik yang konsekuen terhadap pertimbangan baik buruk serta kebenaran dan kebatilan.
Jika dikaitkan dengan agama, politik berarti keadilan bagi rakyat, pemberian hak yang sama, membantu rakyat yang tertindas dan menghukum pelaku kejahatan, mengambil hak rakyat lemah dari yang kuat, memberikan kesempatan yang sama, melindungi rakyat kelas bawah seperti fakir miskin, anak yatim, para perantau, dan yang terpenting memenuhi hak rakyat banyak.
Dalam waktu yang sama, agama akan memberikan dukungan kepada pemerintah untuk selalu berusaha mencapai kebaikan. Sebagaimana terdapat dalam sabda Rasulullah SAW,
“Tolonglah saudaramu, baik yang berbuat dzalim maupun yang terdzalimi.”
Seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, kami akan menolong saudara kami yang terdzalimi, tapi bagaimana kami harus menolong saudara kami yang berbuat dzalim?”
Rasulullah menjawab, “Cegah dia agar tidak melakukan kezaliman lagi, itulah pertolongan bagi dia.”
Menjauhkan politik dari agama sama dengan menjauhkan politik dari unsur-unsur pembentuk kebaikan dan penolak kejahatan, menjauhkan dari pendorong kebaikan dan ketaqwaan, serta membiarkan politik penuh dengan dosa dan permusuhan.
Pada masa kejayaan Islam, kita lihat umat Islam mengaitkan politiknya dengan agama, mereka mampu menaklukkan banyak Negara, mengalahkan Negara-negara besar dan mampu mendirikan Negara keadilan dan kebenaran dan melengkapinya dengan budaya keilmuan dengan bernaung di bawah bendera Al-Qur’an.
Sama halnya dengan Negara Zionis (Israel) saat ini. Mereka menggunakan agama yahudi untuk mendirikan Negara Israel dan membentuk solidaritas umat yahudi di seluruh pelosok dunia untuk membela negaranya. Begitu juga dengan para sekularis yahudi yang tetap berkeyakinan akan pentingnya peran agama bagi Negara mereka. Demikian halnya dengan presiden Amerika Serikat, George Walker Bush yang seringkali berbicara seolah dia adalah seorang Nabi yang mendapat wahyu Tuhan, dengan mengatakan, “Allah telah menyuruhku untuk menyerang Irak, Allah telah menyuruhku untuk menyerang Afghanistan…”
Mengapa mereka menginginkan kaum muslimin saja yang memisahkan politik dari agama Islam? Atau menjauhkan agama dari unsur-unsur politik? Mereka hanya ingin kaum muslimin terlepas dari rahasia kekuatannya, sayap-sayapnya patah, senjata-senjatanya musnah, selanjutnya kaum muslimin tidak punya daya dan kekuatan sama sekali.
Ibnu Khaldun menulis dalam bukunya “Al-Muqaddimah”, tentang dua jenis masyarakat. Ada masyarakat duniawi semata ada juga masyarakat duniawi yang agamis. Masyarakat jenis kedua lebih utama dan lebih tepat daripada masyarakat jenis pertama. Ibnu Khaldun menulis tentang peran agama dalam kehidupan masyarakat sosial yang tidak lebih kecil dari peran sikap fanatisme (nasionalisme). Jenis masyarakat yang paling ideal bagi sebuah Negara adalah masyarakat yang menggabungkan agama dengan Negara.

Penutup
Dari pemaparan diatas dapat pembedah simpulkan bahwa buku “Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik” karangan Dr. Yusuf Al-Qaradhawi sangat relevan untuk dijadikan pegangan serta referensi bagi para aktivis terutama bagi mereka yang bergelut di dunia perpolitikan. Dan setelah membaca buku ini diharapkan para pembaca lebih terbuka cakrawala pemikirannya serta lebih memahami kaidah-kaidah politik yang banyak diatur dalam Islam, sehingga siap dan mampu menerapkannya dalam kehidupan berpolitik sehari-hari.









Critical Review

Kebijakan Peningkatan Keadaan Kesehatan Indonesia (BKKI)
Oleh. Andhyka Muttaqin
A. Review
Peningkatan Keadaan Kesehatan Indonesia (BKKI) adalah sebuah laporan yang dilakukan oleh World Bank terhadap kondisi kesehatan yang ada di Indonesia, didalamnya terdapat beberapa poin yang bisa dikaji, yaitu :
1. Substantive problem dan penyebabnya
Didalam laporan BKKI tersebut penguatan masalah dalam bidang kesehatan di tinjau dari sudut pandang sosial ekonomi yang didalamnya mencakup tentang masalah Pertama Pola penyakit yang semakin kompleks. Dalam laporan tersebut di ungkapkan bahwa Indonesia saat ini berada pada pertengahan transisi epidemiologi dimana penyakit tidak menular meningkat drastis sementara penyakit menular masih menjadi penyebab penyakit yang utama. Penyakit kardiovaskuler (jantung) menjadi penyebab dari 30 persen kematian di Jawa dan Bali. Indonesia juga berada diantara sepuluh negara di dunia dengan penderita diabetes terbesar. Di saat bersamaan penyakit menular dan bersifat parasit menjadi penyebab dari sekitar 22 persen kematian. Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia juga lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan negara tetangga. Satu dari dua puluh anak meninggal sebelum mencapai usia lima tahun dan seorang ibu meninggal akibat proses melahirkan dari setiap 325 kelahiran hidup. Kedua, Tingginya ketimpangan regional dan sosial ekonomi dalam sistem kesehatan dalam laporan tersebut disebutkan bahwa lingkaran setan kemiskinan menjadi penyebab kesehatan dalam masyarakat itu menurun dikarenakan kelompok miskin mendapatkan akses kesehatan yang paling buruk dan umumnya mereka sedikit mendapatkan imunisasi ataupun mendapatkan bantuan tenaga medis yang terlatih dalam proses melahirkan. Ketiga, Menurunnya kondisi dan penggunaan fasilitas kesehatan publik serta kecenderungan penyedia utama fasilitas kesehatan beralih ke pihak swasta disebutkan bahwa secara keseluruhan, pengunaan fasilitas kesehatan umum terus menurun dan semakin banyak orang Indonesia memilih fasilitas kesehatan yang disediakan oleh pihak swasta ketika mereka sakit. Di sebagian besar wilayah Indonesia, sektor swasta mendominasi penyediaan fasilitas kesehatan dan terhitung lebih dari dua pertiga fasilitas ambulans yang ada disediakan oleh pihak swasta. Juga lebih dari setengah rumah sakit yang tersedia merupakan rumah sakit swasta, dan sekitar 30-50 persen segala bentuk pelayanan kesehatan diberikan oleh pihak swasta (satu dekade yang lalu hanya sekitar 10 persen). Keempat, Pembiayaan kesehatan yang rendah dan timpang dikarenakan pembiayaan kesehatan saat ini lebih banyak dikeluarkan dari uang pribadi, dimana pengeluaran kesehatan yang harus dikeluarkan oleh seseorang mencapai sekitar 75-80 persen dari total biaya kesehatan dan kebanyakan pembiayaan kesehatan ini berasal dari uang pribadi yang dikeluarkan ketika mereka memanfaatkan pelayanan kesehatan, cakupan asuransi amat terbatas, hanya mencakup pekerja di sektor formal dan keluarga mereka saja, atau hanya sekitar sepertiga penduduk dilindungi oleh asuransi kesehatan formal. Meski demikian mereka yang telah diasuransikan pun masih harus mengeluarkan sejumlah dana pribadi yang cukup tinggi untuk sebagian besar pelayanan kesehatan. Akibatnya kaum miskin masih kurang memanfaatkan pelayanaan kesehatan yang dibiayai oleh pemerintah. Kelima, Desentralisasi menciptakan tantangan dan memberikan kesempatan baru karena jumlah pengeluaran daerah untuk kesehatan terhadap total pengeluaran kesehatan meningkat dari 10 persen sebelum desentralisasi menjadi 50 persen pada tahun 2001. Hal ini dapat membuat pola pengeluaran kesehatan menjadi lebih responsif terhadap kondisi lokal dan keragaman pola penyakit. Keenam, Angka penularan HIV/AIDS meningkat namun wabah tersebut sebagian besar masih terlokalisir, diperkirakan sekitar 120.000 penduduk Indonesia terinfeksi oleh HIV/AIDS, dengan konsentrasi terbesar berada di propinsi dengan penduduk yang sedikit (termasuk Papua) dan di kota kecil maupun kota besar yang terdapat aktifitas industri, pertambangan, kehutanan dan perikanan dikarenakan tidak ada penekanann yang berarti dari berbagai pihak tentang bahaya HIV/AIDS seperti tidak menerapkan perilaku pencegahan terhadap virus tersebut, seperti menggunakan kondom pada aktivitas seks komersial atau menggunakan jarum suntik yang bersih dalam kasus pecandu obat-obatan.

2. Alternatif kebijakan yang ditawarkan
Langkah Prioritas untuk Meningkatkan Keadaan Kesehatan. Tantangan bagi pemerintahan yang akan datang ialah bagaimana untuk dapat terus meningkatkan keadaan kesehatan sambil merestrukturisasi dan mereformasi sistem kesehatan di era desentralisasi ini dengan(a) memfokuskan pada peningkatan kondisi kesehatan utama dan pengelolaan sistem kesehatan yang menyeluruh dengan menangani secara serius sejumlah penyakit penting, yaitu pada pola penyakit infeksi yang masih mendominasi sambil mengontrol munculnya penyakit menular baru (NCD) merupakan tantangan terbesar dalam sistem kesehatan yang baru, (b) Memusatkan penggunaan dana publik pada penyediaan kesehatan publik dan tingkatkan kelayakan kondisi kesehatan prioritas dengan memprioritaskan anggaran pemerintah yang terbatas ini untuk penyediaan kesehatan publik (seperti imunisasi dan perawatan/untuk mengontrol penyakit menular) menjadi sangat penting untuk untuk menjamin kontrol serta pengelolaan sektor kesehatan secara menyeluruh, (c) Memperkenalkan peran pihak swasta dalam dunia kesehatan karena pengguna layanan kesehatan menurut laporan BKKI lebih condong ke sektor swasta maka peran dari pemerintah melibatkan sektor swsta dalam peningkatan kualitas layanan kesehatan misanya pemerintah memprioritaskan kelompok miskin dengan menjamin kualitas dan akuntabilitas melalui intervensi di sisi permintaan (seperti dengan pemberian kupon kesehatan untuk orang miskin dan asuransi kesehatan) dan melalui regulasi maupun lisensi kesehatan, (d) Tinjau ulang pembiayaan kesehatan dengan menentukan kombinasi pembiayaan kesehatan (asuransi pemerintah, asuransi swasta dan dana pribadi) yang dapat dengan baik memenuhi tujuan pemerintah, yaitu menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan harga yang terjangkau dan dapat diakses oleh orang miskin, menganalisa dampak anggaran dari strategi kesehatan yang diajukan, mempelajari pengalaman di negara tetangga mengenai asuransi kesehatan sosial dan bentuk lain pelayanan kesehatan yang sifatnya pra-bayar, mengajukan rencana transisi atas skema asuransi kesehatan swasta maupun asuransi kesehatan pemerintah yang telah ada, memberikan kesempatan penyedia jasa kesehatan lainnya, tidak hanya dokter, untuk juga berhak memperoleh pembayaran melalui mekanisme asuransi sosial, (e) Mengelola desentralisasi lembaga-lembaga kesehatan publik dengan pembagian peran antara pemerintah pusat dan daerah, Restrukturisasi peran Departemen Kesehatan. Departemen Kesehatan saat ini dibentuk untuk memainkan peranan terdepan dalam penyediaan jasa kesehatan, Pentingnya pembangunan kembali sistem informasi kesehatan, Memasukkan isu kondisi tenaga kesehatan, Menjamin tersedianya obat-obatan yang berkualitas pada tingkat harga yang kompetitif, (f) Mengontrol penyebaran HIV/AIDS dengan fokus pada aspek pencegahan dengan mengurangi penularan virus HIV/AIDS pada kelompok dengan resiko tinggi terkena penyakit di daerah perkotaan besar dan di sejumlah kantong-kantong aktifitas ekonomi. Penekanannya harus pada peningkatan penggunaan kondom diantara kelompok yang beresiko tinggi terkena virus, pada pengobatan serta pencegahan penyakit menular seksual lainnya, serta menghindari aktifitas seks berganti-ganti pasangan. Tidak dapat dilupakan upaya pencegahan penggunaan jarum suntik secara bersama-sama pada para pecandu narkoba.

B. Kajian Kritis Analisis Terhadap Laporan BKKI
Beberapa data singkat yang terdapat dalam laporan BKKI ini masih bersifat parsial dan sangat normatif karena tidak mengkaji secara menyeluruh tentang masalah kesehatan yang ada di Indonesia, misalnya data tentang angka kematian ibu dan bayi di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan negara tetangga, satu dari dua puluh anak meninggal sebelum mencapai usia lima tahun dan seorang ibu meninggal akibat proses melahirkan dari setiap 325 kelahiran hidup. Dalam pernyataan ini tidak disebutkan secara jelas sumber data yang diambil sebagai perbandingan (seperti daerah, jumlah penduduk, akses kesehatan dll) dan menurut hemat penulis pernyataan tersebut lemah dalam tataran metodologis dan akhirnya rekomendasi yang di sampaikan hanya sekedar di permukaan tidak mendalam. Akan lebih baik apabila dalam laporan tersebut disebutkan secara jelas daerah mana saja yang rentan terhadap angka buruk kesehatan serta penyebabnya (misal daerah Papua dan NTT karena minimnya akses sarana dan informasi kesehatan) agar rekomendasi yang disampaikan bisa ditindaklanjuti secara tepat.
Aspek kebijakan yang tercakup belum semuanya terakomodasi dengan baik terutama dari tataran regulasi mengenai kebijakan kesehatan tidak di bahas dalam laporan BKKI artinya dalam kebijakan mengenai hajat hidup orang banyak regulasi sangatlah penting misalnya akses kesehatan dengan merujuk pada regulasi UU No. 23 Th 1992 tentang Kesehatan:
a. Pasal 4: Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajad kesehatan yang optimal;
b. Pasal 7: Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau masyarakat;
c. Pasal 8: Pemerintah bertugas menggerakkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pembiayaan kesehatan, dengan memperhatikan fungsi sosial sehingga pelayanan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu tetap terjamin;
d. Pasal 9: Pemerintah bertanggungjawab untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat.
Regulasi UU No. 23 Th 1992 tentang Kesehatan tersebut dengan sangat jelas memperhatikan nilai-nilai keadilan bagi masyarakat terutama yang tidak mampu, kalau mninjau dari laporan BKKI tersebut seharusnya lebih kepada mengkaji implementasi atau evaluasi kebijakan tersebut apakah sudah sessuai dengan amanat undang-undang atau belum. Kalaupun seandainya saya menjadi menteri kesehatan pelajaran yang dapat diambil adalah program kesehatan pokok adalah menjadikan masyarakat menjadi sehat dengan berbagai cara:
1. Perbaikan dan pembangunan infrastruktur kesehatan di semua wilayah di indonesia
2. Pemerataan dan perluasan terhadap akses kesehatan sampai ke daerah-daerah terpencil
3. Mendirikan puskesmas-puskesmas atau rumah sakit minimal di tiap kecamatan agar lebih mudah dijangkau oleh masyarakat luas
4. Menjamin ketersediaan sarana, obat-obatan dan tenaga medis di semua puskesmas yang ada
5. Memberikan akses informasi yang akurat dan berkesinambungan tentang pengetahuan berbagai penyakit dan bagaimana cara pencegahannya melalui penyuluhan maupun pusat-pusat kesehatan yang ada
6. Pelaksanaan program pencegahan dini dari penyakit berbahaya dan penyakit menular secara kontinue
7. Pemberian dan pengontrolan imunisasi wajib kepada semua bayi baik secara gratis maupun dengan subsidi.
Program kesehatan tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak di sokong dari kesadaran berbagai pihak mengenai pentingnya kesehatan dan tak kalah penting adalah menerapkan asas Impact terhadap Outcome (keadilan sosial terhadap masyarakat miskin dalam mengakses masalah kesehatan). Yang kemudian menjadi penting untuk diperhatikan adalah seberapa banyak masyarakat miskin di Indonesia yang telah menikmati sarana dan pelayanan kesehatan.

Penjelasan tentang QS. Al-Mu’minun 1-11

Penjelasan tentang QS. Al-Mu’minun 1-11

1. Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman, 2. (yaitu) orang yang khusyuk dalam sholatnya, 3. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, 4. dan orang-orang yang menunaikan zakat, 5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, 6. kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. 7. Barangsiapa yang mencari dibalik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. 8. Dan orang-orang yang memelihara amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, 9. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. 10. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, 11. (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal didalamnya.

Ciri-ciri orang beruntung yang akan mewarisi surga Firdaus ada 7:
1. Orang yang khusyuk dalam shalat.
Ket:
- Khusyuk berarti menghadirkan hati dalam shalat. Jiwa dan raganya telah disiapkan secara sungguh-sungguh untuk menghadap Allah.
- Ditandai dengan gerakan shalat yang tuma’ninah (menurut sebagian ulama arti tuma’ninah adl ketenangan sementara waktu hingga stabil kedudukan anggota badan, yang jangka waktunya diperkirakan sekurang-kurangnya selama membaca satu kali tasbih yaitu “subhanallah” dan tidak tergesa-gesa).
- Hadits tentang anjuran tuma’ninah dalam shalat:
“Dari Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Nabi SAW memasuki sebuah masjid, lalu masuk juga seorang laki-laki dan dia melaksanakan shalat. Setelah shalat laki-laki tersebut menghampiri Nabi seraya mengucapkan salam, “assalamu’alaikum”. Setelah menjawab salam, Nabi berkata kepada laki-laki tersebut: IRJI’ FASHOLLI, FAINNAKA LAM TUSHOLLI!! (kembalilah dan shalatlah, sesungguhnya kamu belum melaksanakan shalat).
Selesai shalat laki-laki tersebut menghampiri Nabi lagi seraya mengucapkan salam. Setelah menjawab salam dari laki-laki tersebut Nabi tetap mengatakan IRJI’ FASHOLLI, FAINNAKA LAM TUSHOLLI!! (kembalilah dan shalatlah, sesungguhnya kamu belum melaksanakan shalat). Hal ini berulang sampai tiga kali. Kemudian laki-laki tersebut berkata kepada Nabi SAW, “Demi yang mengutusmu dengan hak, sungguh aku tidak mengetahui dan tidak bisa melakukan yang lebih baik lagi selain itu, maka terangkanlah padaku.”
Kemudian Nabi SAW berkata, “ jika kamu hendak berdiri untuk melakukan shalat, maka bertakbirlah. Kemudian bacalah apa-apa yang mudah bagimu dari AL-Qur’an. Kemudian ruku’lah hingga tuma’ninah, kemudian bangkitlah hingga seimbang berdirimu, kemudian sujudlah hingga tuma’ninah sujudmu, kemudian bangkitlah hingga tuma’ninah dudukmu, kamudian sujudlah hingga tuma’ninah sujudmu. Lakukan hal-hal yang demikian dalam setiap shalatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang sia-sia.
- Rasulullah SAW memperingatkan kita dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim sebagai berikut:
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
- Perbuatan yang sia-sia, seperti membicarakan aib/kejelekan orang lain , dan hal ini tidak hanya marak dikalangan para wanita/ibu-ibu saja tapi kemungkinan besar juga bisa dilakukan oleh para bapak-bapak, dalam pertemuan rapat, pengajian, ronda dsb.
Dalam sebuah hadits disebutkan: jika yang kita bicarakan itu benar berarti kita telah GHIBAH yang oleh Rasulullah saw diibaratkan seperti memakan bangkai saudara sendiri, dan jika yang kita bicarakan itu salah berarti kita telah melakukan FITNAH yang dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa fitnah itu lebih keji daripada pembunuhan. Na’udzubillahi min dzalik.
3. Orang yang menunaikan zakat.
- Beberapa penyelewengan manusia dalam hal penunaian kewajiban zakat:
1. Tidak mau mengeluarkan zakat dengan alasan belum mampu berzakat, padahal dia mampu.
2. Berzakat (beras, sapi/kambing) dengan kualitas dibawah yang biasa dia makan/berkualitas rendah.
4. Orang yang menjaga kemaluannya, serta tidak melampaui batas dari yang sudah dihalalkan.
5. Orang yang memelihara amanat yang dipikulkan kepadanya/yang menjadi kewajibannya.
- Menunaikan hak anak yatim yang diamanatkan untuk diasuh oleh kita.
- Menunaikan hak masyarakat yang berada dibawah kekuasaannya (RT/RW/Dukuh/Kota?bahkan Negara)
Wujudnya apa? Yaitu mencipkan keamanan dan kesejahteraan masyarakat.
- Seorang suami bertanggung jawab terhadap istri, anak, orangtua bahkan juga saudara2nya yang kurang mampu.
6. Orang yang memelihara janjinya.
- Janji seorang muslim kepada Allah: taat dan tidak menyekutukanNya.
- Janji kepada Rasulullah: taat, tidak menyeleweng dalam hal tata cara ibadah.
- Janji kepada sesama muslim: tidak mengkhianatinya dalam hal bermuamalah, seperti tidak curang dalam jual-beli (mengurangi timbangan, mengatakan barang ini bagus padahal banyak yang jelek, belum waktunya panen dll, dalam hal membayar hutang)
7. Orang yang memelihara sholatnya.
- Dalam QS. Al-Ma’un ayat 4-6 disebutkan sbb:
“Maka kecelakaanlah bagi orang yang shalat, (yaitu) orang yang melalaikan shalatnya dan orang-orang yang menanpak-nampakkannya (dengan maksud untuk riya’ kepada manusia)”
- Padahal Allah hanya akan menerima amalan ibadah yang diniatkan hanya untukNya semata.
- Apa itu riya’? rasulullah pernah menjelaskan bahwa RIYA’ adalah jika engkau melaksanakan ataupun meninggalkan suatu perbuatan yang disukai maupun yang dibenci oleh Allah karena pandangan/anggapan manusia.
(contoh: tidak jadi melakukan s.sunnah di masjid karena kuatir akan diperbincangkan oleh orang2 yang ada disitu, takut dianggap sok alim dll)
- Melalaikan shalat: sengaja menunda-nunda hingga hampir habis waktunya bahkan meninggalkannya.

10 (SEPULUH) AMALAN TERBALIK

10 (SEPULUH) AMALAN TERBALIK

Saudaraku…

Marilah kita bermuhasabah, menilai dan menghitung kembali tentang amalan harian kita. Terkadang kita dapati amalan kita terbalik atau bertentangan dengan apa yang seharusnya kita lakukan dan yang aituntunkan oleh ISLAM. Mungkin kita tidak sadar atau telah dilalaikan, atau terikut-ikut dengan budaya hidup orang lain.
Perhatikan apa yang dipaparkan dibawah sebagai amalan yang terbalik:
1. Amalan kenduri kematian beberapa malam yang dilakukan oleh keluarga si mati setelah kematian (malam pertama, kedua, ketiga, ketujuh dan seterusnya) adalah terbalik dari apa yang dianjurkan oleh Rasulullah, dimana beliau telah menganjurkan tetangga memasak makanan untuk keluarga si mati supaya meringankan kesusahan dan kesedihan mereka.
Keluarga tersebut telah ditimpa kesedihan, terpaksa pula menyediakan makanan dan belanja untuk mereka yang datang membaca tahlil. Tidakkah mereka yang hadir makan kenduri tersebut khawatir kalau-kalau mereka memakan harta anak yatim yang ditinggalkan oleh si mati atau harta peninggalan si mati yang belum dibagikan kepada yang berhak menurut Islam?
Amalan ini tidak ada tuntunannya dalam Islam. Entah dari mana.
2. Ketika datang kenduri ke walimatul ‘ursy (pernikahan) seringkali kita memberikan “salam berisi” (hadiah uang yang diberikan sewaktu bersalaman). Jika tidak punya uang maka kita enggan katika hendak menghadiri undangan kenduri tersebut.
Tetapi jika kita menziarahi orang mati, kita tidak ada rasa enggan ataupun malu meskipun tidak memberikan “salam berisi”.
Seharusnya ketika menziarahi keluarga si matilah kita memberi sedekah. Kalau ke kenduri pernikahan, tidak memberipun tidak apa-apa karena tuan rumah mengundang kita untuk member makan dan bukan untuk menambah pendapatan.
3. Ketika menghadiri pertemuan-pertemuan dengan pejabat kita berpakaian indah dan rapi tetapi saat menghadap Allah baik dirumah maupun di masjid, pakaian kita biasa-biasa saja bahkan ada yang kurang layak dan bersih (contohnya: pakaian yang habis dipakai bermain, tidur dll). Tidakkah ini sesuatu yang terbalik?
4. Ketika kita bertamu ke rumah orang dan diberi jamuan maka atau minum, kita enggan menghabiskan karena segan dan malu, sedangkan yang dituntunkan Islam adalah menghabiskan makanan agar tidak mubadzir (sia-sia).
5. Ketika shalat sunnah di masjid kita sangat rajin, tapi kalau di rumah sangat malas. Sedangkan sebaik-baik shalat sunnah adalah yang dilakukan di rumah seperti yang dianjurkan oleh Rasulullah saw.
6. Bulan puasa adalah bulan mendidik hawa nafsu termasuk nafsu makan yang berlebihan tetapi kebanyakan orang mengaku anggaran belanja tertinggi dalam setahun malah di bulan puasa. Sedangkan seharusnya perbelanjaan di bulan puasa harusnya adalah yang terendah dalam setahun. Bukankah terbalik amalan kita?
7. Ketika hendak mengerjakan haji, kebanyakan orang akan membuat kenduri sebelum berangkat ke Mekkah dan apabila telah kembali dari Mekkah tidak membuat kenduri. Anjuran berkenduri dalam Islam antara lain ialah karena selamat dari bermusafir, bukan sebelum bermusafir. Bukankah amalan ini terbalik?
8. Semua orangtua sangat khawatir jika anaknya gagal dalam ujian. Maka berbagai macam les/ privat belajar tambahan diberikan. Tapi jika anak tidak bisa baca Al-Qur’an dan shalat orangtua tenang-tenang saja. Kalau terhadap guru privat orangtua sanggup membayar Rp 100.000,- sebulan untuk 1 pelajaran 8 kali hadir, tapi kepada guru Al-Qur’an untuk membayar Rp 10.000,- sebulan 20 kali hadir pun sangat berat. Bukankah terbalik amalan kita?
9. Kalau dalam bekerja tak hiraukan siang malam, pagi petang, mesti pergi kerja. Hujan angin pun tetap diterjang karena hendak mematuhi peraturan kerja. Tapi kerumah Allah (masjid) tak ada hujan, tak ada panas tetap tidak datang ke masjid. Sungguh tidak malu manusia seperti ini, rezeki Allah diminta tapi untuk ke rumahNya saja segan dan malas.
10. Seorang istri ketika keluar rumah apakah dengan suami ataupun tidak, bukan main berhiasnya. Tetapi kalau duduk dirumah, masyaAllah.
Sedangkan dalam Islam seorang istri itu dituntut berhias untuk suaminya, bukan untuk oranglain. Perbuatan-perbuatan terbalik inilah yang membuat kehidupan rumahtangga jadi kurang bahagia.

Cukup dengan contoh-contoh diatas. Marilah kita beralih kepada kebenaran agar hidup kita sesuai dengan landasan dan ajaran Islam yang sesungguhnya, bukan pada budaya dan kebiasaan yang telah dirubah-rubah menurut selera manusia.
Allah yang menciptakan kita maka biarlah Allah jua yang mengatur kita.

Sabda Rasulullah saw,
“Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat”. (HR Bukhari)

Air Mata Rasulullah

Air Mata Rasulullah

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan, kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.
Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. "Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar kabar ini?"

Tanya Jibril lagi. "Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi.
"Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanukum --peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."
Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik alaaa wa salim 'alaihi Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

Wednesday, March 11, 2009

sebuah ilustrasi

Dahulu kala di negeri Cina,
adalah seorang gadis bernama Li-Li.
Ia baru menikah dan tinggal di
wisma mertua indah.
Dalam waktu singkat, Li-Li tahu
bahwa ia sangat tidak cocok tinggal
serumah dengan ibu mertuanya.
Karakter mereka sangat jauh berbeda.
Dan Li-Li sangat tidak menyukai
kebiasaan ibu mertuanya.
Hari berganti hari,
begitu pula bulan berganti bulan.
Li-Li dan ibu mertuanya tak pernah
berhenti berdebat dan bertengkar.
Yang makin membuat Li-Li kesal
adalah adat kuno Cina yang
mengharuskan ia untuk selalu
menundukkan kepala untuk
menghormati mertuanya dan
mentaati semua kemauannya.
Semua kemarahan dan
ketidakbahagiaan di dalam rumah itu
menyebabkan kesedihan yang
mendalam pada hati suami Li-Li,
seorang yang berjiwa sederhana.
Akhirnya,
Li-Li tidak tahan lagi terhadap sifat
buruk dan kelakuan ibu mertuanya.
Dan ia benar-benar telah bertekad
untuk melakukan sesuatu.
Li-Li pergi menjumpai seorang
teman ayahnya yaitu Sinshe Wang
yang mempunyai Toko Obat Cina.
Ia menceritakan situasinya dan minta
dibuatkan ramuan racun yang kuat
untuk diberikan pada ibu mertuanya.
Sinshe Wang berpikir keras sejenak.
Lalu ia berkata, "Li-Li, saya mau
membantu kamu menyelesaikan
masalahmu, tetapi kamu harus
mendengarkan saya dan mentaati
apa yang saya sarankan."
Li-Li berkata, "OK pak Wang,
saya akan mengikuti apa saja yang
bapak katakan,
yang harus saya perbuat."
Sinshe Wang masuk ke dalam,
dan tak lama ia kembali dengan
menggenggam sebungkus ramuan.
Ia berkata kepada Li-Li,
"Kamu tidak bisa memakai racun
keras yang mematikan seketika,
untuk meyingkirkan ibu mertuamu,
karena hal itu akan membuat semua
orang menjadi curiga.
Oleh karena itu, saya memberi kamu
ramuan beberapa jenis tanaman obat
yang secara perlahan-lahan akan
menjadi racun di dalam tubuhnya.
Sinshe Wang melanjutkan,
“Setiap hari,sediakan makanan
yang enak-enak dan masukkan
sedikit ramuan obat ini ke dalamnya.
Lalu, supaya tidak ada yang curiga
saat ia mati nanti, kamu harus
hati-hati sekali dan bersikap sangat
bersahabat dengannya.
Jangan berdebat dengannya,
taati semua kehendaknya, dan
perlakukan dia seperti seorang ratu."
Li-Li sangat senang.
Ia berterima kasih kepada pak Wang
dan buru-buru pulang ke rumah
untuk memulai rencana membunuh
ibu mertuanya.
Minggu demi minggu,
bulan demi bulan pun berlalu.
Setiap hari Li-Li melayani mertuanya
dengan makanan yang enak-enak,
yang sudah "dibumbuinya".

Ia mengingat semua petunjuk dari
Sinshe Wang tentang hal mencegah
kecurigaan.
Maka ia mulai belajar untuk
mengendalikan amarahnya,
mentaati perintah ibu mertuanya,
dan memperlakukannya
seperti ibunya sendiri.
Setelah enam bulan lewat,
suasana di dalam rumah itu
berubah secara drastis.
Li-Li sudah mampu mengendalikan
amarahnya sedemikian rupa
sehingga ia menemukan dirinya
tidak pernah lagi marah atau kesal.
Ia tidak pernah berdebat lagi dengan
ibu mertuanya selama enam bulan
terakhir karena ia mendapatkan
bahwa ibu mertuanya kini tampak
lebih ramah kepadanya.
Sikap si ibu mertua terhadap Li-Li
telah berubah, dan mulai mencintai
Li-Li seperti puterinya sendiri.
Ia terus menceritakan kepada
kawan-kawan dan sanak familinya
bahwa Li-Li adalah menantu yang
paling baik yang ia peroleh.
Li-Li dan ibu mertuanya saling
memperlakukan satu sama lain
seperti layaknya seorang ibu dan
anak yang sesungguhnya.
Suami Li-Li sangat bahagia
menyaksikan semua yang terjadi.
Suatu hari, Li-Li pergi menjumpai
Sinshe Wang dan meminta
bantuannya sekali lagi.
Ia berkata, "Pak Wang, tolong saya
untuk mencegah supaya racun yang
saya berikan kepada ibu mertua saya
tidak sampai membunuhnya!”

“Ia telah berubah menjadi seorang
wanita yang begitu baik, sehingga
saya sangat mencintainya seperti
kepada ibu saya sendiri.
Saya tidak mau ia mati karena racun
yang saya berikan kepadanya."
Sinshe Wang tersenyum.
Ia mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Li-Li, tidak ada yang perlu kamu
khawatirkan. Saya tidak pernah
memberi kamu racun. Ramuan yang
saya berikan kepadamu itu hanyalah
ramuan penguat badan untuk
menjaga kesehatan beliau.
“Satu-satunya racun yang ada,
adalah yang terdapat di dalam
pikiranmu sendiri, dan di dalam
sikapmu terhadapnya, …”
“… tetapi semuanya itu telah
disapu bersih dengan cinta
yang kamu berikan kepadanya ..."
Sadarkah anda bahwa sebagaimana
anda memperlakukan orang lain
maka demikianlah persis bagaimana
mereka akan memperlakukan anda?
Ada pepatah Cina kuno berkata:
"Orang yang mencintai orang
lain, akan dicintai juga sebagai
balasannya."
Sebuah ilustrasi penggugah hati……

Sunday, December 21, 2008

REFORMASI BIROKRASI

REFORMASI BIROKRASI
SEBAGAI SARANA UNTUK PEMBERANTASAN KORUPSI
DI INDONESIA
oleh : Andhyka Muttaqin *

I. Pendahuluan
Dalam kehidupan berbagai negara bangsa di berbagai belahan dunia, birokrasi berkembang merupakan wahana utama dalam penyelenggaraan negara dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dan dalam hubungan antar bangsa. Disamping melakukan pengelolaan pelayanan, birokrasi juga bertugas menerjemahkan berbagai keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan publik, dan berfungsi melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara operasional. Sebab itu disadari bahwa birokrasi merupakan faktor penentu keberhasilan keseluruhan agenda pemerintahan, termasuk dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi (clean government) dalam keseluruan skenario perwujudan kepemerintahan yang baik (good governce). Namun pengalaman bangsa kita dan bangsa-bangsa lain menunjukan bahwa birokrasi, tidak senantiasa dapat menyelenggarakan tugas dan fungsinya tersebut secara otomatis dan independen serta menghasilkan kinerja yang signifikan.
Keberhasilan birokrasi dalam pemberantasan korupsi juga ditentukan oleh banyak faktor lainnya. Di antara faktor-faktor tersebut yang pertu diperhitungkan dalam kebijakan “reformasi birokrasi” adalah komitmen, kompetensi, dan konsistensi semua pihak yang berperan dalam penyelenggaraan negara - baik unsur aparatur negara maupun warga negara dalam mewujudkan clean government dan good governance, serta dalam mengaktualisasikan dan membumikan berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi negara kita, sesuai posisi dan peran masing-masing dalam negara dan bermasyarakat bangsa. Yang perlu diingat adalah bahwa semuanya itu berada dan berlangsung dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI), dan masing-masing memiliki tanggung jawab dalam mengemban perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan NKRl. Dapatkah kita memikul tanggung jawab tersebut?
Topik yang dibahas dalam tulisan ini adalah “Reformasi Birokrasi Sebagai Sarana Untuk Pemberantasan Korupsi Di Indonesia”. Topik tersebut menunjukkan birokrasi merupakan faktor atau pun aktor utama baik dalam terjadinya korupsi maupun dalam upaya pencegahan ataupun pemberantasan korupsi, meskipun kita mengetahui bahwa masalah korupsi bukan hanya terjadi dan terdapat di lingkungan birokrasi, tetapi juga berjangkit dan terjadi pula pada sektor swasta, dunia usaha, dan lembaga-lembaga dalam masyarakat pada umumnya. Dalam hubungan “reformasi birokrasi” ini sekalipun secara konseptual kita dapat membatasi masalah korupsi dalam lingkup “urusan-urusan publik yang ditangani birokrasi”, namun secara aktual, interaksi birokrasi dengan lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat dan dunia usaha merupakan suatu keniscayaan. Dalam hubungan “interaksi dengan publik utamanya dalam pelayanan publik” itulah korupsi bisa berkembang pada kedua pihak, dalam dan antar birokrasi, dunia usaha, dan masyarakat, dengan jenjang yang panjang dan menyeluruh. Sebab itu, usaha pemberantasan korupsi perlu dilihat dalam konteks “reformasi birokrasi”, bahkan dalam rangka “reformasi sistem administrasi negara” secara keseluruhan. Dalam hubungan itu, agenda utama yang perlu ditempuh adalah terwujudnya kepemerintahan yang baik (good governance) yang sasaran pokoknya adalah: terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang profesional, berkepastian hukum, transparan, partisipatif, akuntabel, memiliki kredibilitas, bersih dan bebas korupsi, peka dan tanggap terhadap segenap kepentingan dan aspirasi rakyat di seluruh wilayah negara, berkembangnya budaya dan perilaku birokrasi yang didasari etika, semangat pelayanan dan pertanggung jawaban publik, serta integritas pengabdian dalam mengemban misi perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara.
Dalam hubungan tersebut, dari sudut disiplin dan sistem administrasi, negara good governance dapat dipandang merupakan paradigma yang antara lain berisikan konsep yang mencakup 3 (tiga) aktor utama, yaitu pemerintahan negara dimana birokrasi termasuk di dalamnya, dunia usaha (swasta, dan usaha-usaha negara), dan masyarakat. Ketiga aktor yang berperan dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa tersebut memiliki posisi, peran, tanggung jawab, dan kemampuan yang diperlukan untuk suatu proses pembangunan yang dinamis dan berkelanjutan. Dalam konsep good governance ketiga aktor dalam sistem administrasi negara tersebut ditempatkan sebagai mitra yang setara. Tindak pidana korupsi telah terjadi secara meluas, dan dianggap pula telah menjadi suatu penyakit yang sangat parah yang tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, menggerogoti demokrasi, merusak aturan hukum, dan memundurkan pembangunan, serta memudarkan masa depan bangsa. Dalam hubungan itu, korupsi tidak hanya mengandung pengertian penyalahgunaan kekuasaan ataupun kewenangan yang mengakibatkan kerugian keuangan dan asset negara, tetapi juga setiap kebijakan dan tindakan yang menimbulkan depresiasi nilai publik, baik tidak sengaja atau pun terpaksa.
Kesulitan paling besar untuk mempercepat solusi permasalahan bangsa Indonesia disebabkan oleh minimnya komitmen politik dan kompetensi untuk melakukan reformasi birokrasi. Bahkan birokrasi masih belum dianggap sebagai faktor kunci penggerak pembangunan bangsa. Dalam perspektif sejarah bangsa, birokrasi di Indonesia adalah warisan kolonial yang syarat kepentingan kekuasaan. Struktur, norma, nilai, dan regulasi birokrasi yang demikian diwarnai dengan orientasi pemenuhan kepentingan penguasa daripada pemenuhan hak sipil warga negara. Sehingga dalam praktiknya, struktur dan proses yang dibangun merupakan instrumen untuk mengatur dan mengawasi perilaku masyarakat, bukan sebaliknya untuk mengatur pemerintah dalam tugas memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Politik reformasi birokrasi adalah kepemimpinan politik yang kuat terhadap visi, komitmen, dan kompetensi untuk menjadikan birokrasi yang baik, bersih, dan berwibawa. Kepemimpinan politik yang kuat merupakan faktor terpenting keberhasilan reformasi birokrasi. Oleh karena itu, reformasi birokrasi tidak mudah dilakukan. Politik reformasi birokrasi adalah hal yang kompleks karena melibatkan kepentingan politik dalam birokrasi. Padahal dalam berbagai praktik dan teori, reformasi birokrasi adalah proses politik yang membutuhkan dukungan politik dari para pejabat politik yang dipilih (elected official).

II. Tinjauan Teoritis
a) Reformasi Birokrasi
Evers (1987) mengelompokkan birokrasi ke dalam 3 pola, (a) Weberisasi yang memandang birokratisasi sebagai proses rasionalisasi prosedur pemerintah dan aparat; (b) Parkinsonisasi yang melihat birokratisasi sebagai pertumbuhan atau membengkaknya jumlah pegawai negeri dan (c) Orwelisasi yang memandang birokratisasi sebagai proses memperluas kekuasaan pemerintah dengan maksud mengontrol kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat dengan regulasi dan kalau perlu dengan paksaan (Soesilo Zauhar, 2006). Ada beberapa alasan kenapa bentuk ideal birokrasi rasional jarang (tidak) nampak dalam praktek sehari-hari. Pertama, manusia maujud tidak hanya untuk organisasi, kedua, birokrasi tidak kebal terhadap perubahan, Ketiga, birokrasi dirancang memang untuk untuk orang "rasional", sehingga dalam realitas mereka tidak dapat saling dipertukarkan untuk fungsi keseharian organisasi (Perrow, 1979). Atas dasar itu maka Bendix (1957) berkesimpulan bahwa birokrasi rasional lebih cocok dan dapat hidup di negeri barat daripada di negeri timur (Soesilo Zauhar, 2006)

Eisenstadt (1959) telah mengelompokkan gagasan birokrasi ke dalam 2 pandangan, yaitu:
1. Gagasan tentang birokrasi sebagai alat yang efisien dan efektif untuk mewujudkan lesan-lesan tertentu;
2. Gagasan tentang birokrasi sebagai alat untuk mempeoleh, mempertahankan danmelaksanakan kekuasaan.
Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan, birokrasi sebagai ujung tombak pelaksana pelayanan publik mencakup berbagai program-program pembangunan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Tetapi dalam kenyataannya, birokrasi yang dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan tersebut, seringkali diartikulasikan berbeda oleh masyarakat. Birokrasi di dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan (termasuk di dalamnya penyelenggaraan pelayanan publik) diberi kesan adanya proses panjang dan berbelit-belit apabila masyarakat menyelesaikan urusannya berkaitan dengan pelayanan aparatur pemerintahan. Akibatnya, birokrasi selalu mendapatkan citra negatif yang tidak menguntungkan bagi perkembangan birokrasi itu sendiri (khususnya dalam hal pelayanan publik). Oleh karena itu, guna menanggulangi kesan buruk birokrasi seperti itu, birokrasi perlu melakukan beberapa perubahan sikap dan perilakunya antara lain :
a. Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan masyarakat; dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan
b. Birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi modern, ramping, efektif dan efesien yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani (termasuk membagi tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat)
c. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan sistem dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni: pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi biaya dan ketepatan waktu.
d. Birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik dari pada sebagai agen pembaharu (agent of change ) pembangunan
e. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsive (Agus Suryono, 2005)
Dalam menyusun arah reformasi birokrasi Indonesia, perlu memperhitungkan terjadinya perubahan lingkungan kerja dan kecenderungan dinamika sosial ekonomi masyarakat universal, seperti yang dikemukakan berikut ini
Secara sederhana reformasi birokrasi dapat disimpulkan oleh Jocelyne Bourgon dalam artikelnya yang berjudul A comprehensive framework for public administration reforms adalah sebagai berikut :
1) Issues related to the management of the organizational structure, that is the types of organizations to be used, and the distribution of activities and responsibilities across public administration bodies.
2) Issues related to the management of the public administration network, and especially the management of contractual relations and of public procurement of services.
3) Issues related to the management of human resources, taking the heterogeneity of activities and organizations into account, and focusing on performance issues.
4) Issues related to the management of information flows and resources, and including the protection of the integrity of citizens and enterprises.
5) Issues related to the management of citizen relations and citizen involvement in the deliberations of governments and public administrations
6) Issues related to the management of trust and confidence, including transparency, access to information, and conflicts of interest.
b) Teori Korupsi
Robert Merton terkenal dengan "meansends schema." Menurut teori ini korupsi merupakan suatu kelakuan manusia yang diakibatkan oleh tekanan social sehingga menyebabkan pelanggaran norma-norma. Semua sistem sosial mempunyai tujuan. Manusia berupaya untuk mencapai tujuan melalui cara-cara (means) yang telah disepakati. Inilah norma-norma lembaga yang dikenal di dalam masyarakat. Sebagaimana biasanya banyak orang mengikutinya, mereka adalah golongan kompromis. Namun demikian sistem sosial juga menyebabkan tekanan terhadap banyak orang yang tidak mempunyai akses atau kesempatan di dalam struktur tersebut karena pembatasanpembatasan atau diskriminasi rasial, etnis, keterampilan, kapital, dan sumber-sumber lainnya. Golongan ini kemudian berupaya mencari berbagai cara untuk mendapatkan pengakuan di dalam masyarakat.
Teori Edward Banfeld ini terutama ditekankan kepada keterikatan yang terlalu dekat kepada keluarga. Korupsi merupakan suatu ekspresi dari partikularisme. Sikap partikularisme ialah suatu perasaan kewajiban untuk membantu, membagi-bagi sumber kepada pribadi-pribadi yang dekat pada seseorang. Bantuan tersebut merupakan suatu kewajiban personal kepada keluarga atau kepada sahabat atau kepada anggota kelompokya.
Robert Klitgaard merumuskan korupsi secara sederhana: C = M + D – A Corruption = Monopoly + Discretion - Accountability atau korupsi terjadi bila ada monopoli kekuasaan dan kewenangan, tetapi tanpa akuntabilitas.
UU No.31/1999 jo. UU No.20/2001, menyebutkan bahwa pengertian korupsi setidaknya mencakup perbuatan :
1. Melawan hukum, memperkaya diri, orang/badan lain yang merugikan keuangan/perekonomian Negara (Pasal 2)
2. Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan/perekonomian Negara (Pasal 3)
3. Kelompok delik penyuapan (Pasal 5,6,11)
4. Kelompok delik penggelapan dalam jabatan (Pasal 8,9,10)
5. Delik pemerasan dalam jabatan (Pasal 12)
6. Delik yang berkaitan dengan pemborongan (Pasal 7)
7. Delik Gratifikasi (Pasal 12B,12C)
III. Tinjauan Empirik
Sejarah korupsi di Indonesia pada dasarnya telah ada sejak zaman kolonial Belanda dengan adanya kasus korupsi yang dilakukan VOC pada masa itu. Hal tersebut bukan hanya sebuah dongeng tetapi bukti yang nyata-nyata ada dalam sejarah kelam penjajahan di Indonesia yang sampai sekarang warisan/peninggalannya ( budaya korupsi) telah mengakar rumput sampai kepada generasi yang diharapkan menjadi pembaharu serta pemimpin-pemimpin perubah kearah yang lebih baik. Dengan dasar ini maka penulis hendak memaparkan urutan sejarah upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, yaitu sebagai berikut
Dalam perjalanannya sejarah upaya pemberantasan korupsi di Indonesia membuktikan bahwa korupsi sangatlah sulit untuk diberantas. Penyebab umum kegagalan atau kekurangmaksimalan dari upaya-upaya tersebut antara lain karena: (1) komponen atau sarana yang disediakan untuk pencegahan korupsi kurang memenuhi standar efektifitas kinerja objeknya, sehingga hasil yang diharapkan tidak sesuai target; (2) tidak ada konsistensi dari pelaksana tindak pidana korupsi, sehingga upaya yang telah dirancang dengan matang akhirnya (lagi-lagi) berhenti di tengah jalan; (3) system-sistem SDM serta keuangan yang ada tidak diarahkan untuk mendukung kinerja praktek pencegahan dan pemberantasan korupsi, sehingga ada tumpang tindih dan gap informasi antara aturan dan pelaksanaannya.
Secara umum strategi pemberantasan korupsi di Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Korupsi adalah permasalahan sistemik dalam suatu negara, yang merupakan bentuk kegagalan dari penyelenggaraan pemerintahan è National Integrity System.
b. “Sistem Integritas Nasional” terdiri dari institusi dalam semua sektor (publik, swasta dan sektor ketiga) suatu negara, peran dan fungsinya dilaksanakan dengan standar tinggi dalam efektifitas, transparansi dan akuntabilitas, sehingga satu dengan lainnya saling mendukung untuk menjaga standar tinggi tersebut dan tingkat korupsi yang rendah.
c. Mencerminkan konsep akuntabilitas horizontal: satu sektor menjadi “watchdog” bagi institusi lainnya
IV Penutup
Reformasi birokrasi menjadi usaha mendesak mengingat implikasinya yang begitu luas bagi masyarakat dan Negara terutama dalam hal pemberantasan korupsi. Perlu usaha-usaha serius agar pembaharuan birokrasi menjadi lancar dan berkelanjutan. Beberapa poin berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk menuju reformasi birokrasi.
Langkah internal:
1. Meluruskan orientasi
Reformasi birokrasi harus berorientasi pada demokratisasi dan bukan pada kekuasaan. Perubahan birokrasi harus mengarah pada amanah rakyat karena reformasi birokrasi harus bermuara pada pelayanan masyarakat.
2. Memperkuat komitmen
Tekad birokrat untuk berubah harus ditumbuhkan. Ini prasyarat penting, karena tanpa disertai tekad yang kuat dari birokrat untuk berubah maka reformasi birokrasi akan menghadapi banyak kendala. Untuk memperkuat tekad perubahan di kalangan birokrat perlu ada stimulus, seperti peningkatan kesejahteraan, tetapi pada saat yang sama tidak memberikan ampun bagi mereka yang membuat kesalahan atau bekerja tidak benar.
3. Membangun kultur baru
Kultur birokrasi kita begitu buruk, konotasi negatif seperti mekanisme dan prosedur kerja berbelit -belit dan penyalahgunaan status perlu diubah. Sebagai gantinya, dilakukan pembenahan kultur dan etika birokrasi dengan konsep transparansi, melayani secara terbuka, serta jelas kode etiknya.
4. Rasionalisasi
Struktur kelembagaan birokrasi cenderung gemuk dan tidak efisien. Rasionalisasi kelembagaan dan personalia menjadi penting dilakukan agar birokrasi menjadi ramping dan lincah dalam menyelesaikan permasalahan serta dalam menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat, termasuk kemajuan teknologi informasi.
5. Memperkuat payung hukum
Upaya reformasi birokrasi perlu dilandasi dengan aturan hukum yang jelas. Aturan hukum yang jelas bisa menjadi koridor dalam menjalankan perubahan- perubahan.

6. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia
Semua upaya reformasi birokrasi tidak akan memberikan hasil yang optimal tanpa disertai sumber daya manusia yang handal dan profesional. Oleh karena itu untuk mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang memadai diperlukan penataan dan sistem rekrutmen kepegawaian, sistem penggajian, pelaksanaan pelatihan, dan peningkatan kesejahteraan.
7. Reformasi birokrasi dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah perlu dilakukan:
a) Pelaksanaan otonomi daerah menuntut pembagian sumber daya yang memadai.
Karena selama ini pendapatan keuangan negara ditarik ke pusat, sekarang sudah dimulai dan harus terus dilakukan distribusi lokal. Karena terdapat kesenjangan dalam sumber daya lokal, maka power sharing mudah dilakukan tapi reventte sharing lebih sulit dilakukan.
c) Untuk memenuhi otonomi, perlu kesiapan daerah untuk diberdayakan, karena banyak urusan negara yang perlu diserahkan ke daerah. Kecenderungan swasta berperan sebagai pemain utama, tentu memberi dampak kompetisi berdasarkan profesionalitas.
Langkah eksternal:
1. Komitmen dan keteladanan elit politik
Reformasi birokrasi merupakan pekerjaan besar karena menyangkut sistem besar negara yang mengalami tradisi buruk untuk kurun yang cukup lama. Untuk memutus tradisi lama dan menciptakan tatanan dan tradisi baru, perlu kepemimpinan yang kuat dan yang patut diteladani. Kepemimpinan yang kuat berarti hadirnya pemimpinpemimpin yang berani dan tegas dalam membuat keputusan. Sedangkan keteladanan adalah keberanian memberikan contoh kepada bawahan dan masyarakat.


2. Pengawasan masyarakat
Reformasi birokrasi akan berdampak langsung pada masyarakat, karena peran birokrasi yang utama adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pada tataran ini masyarakat dapat dilibatkan untuk mengawasi kinerja birokrasi.
Daftar Referensi
Makalah Seminar Anti Korupsi UNPAD Bandung oleh Erry Riana Hardjapamekas (Transparency International lndonesia)

International Review of Administrative Sciences A comprehensive framework for public administration reforms: a reply to Jocelyne Bourgon

Gifford and Pinchot, Elizabeth, The End of Bureaucracy and The Rise of The Intelligent Organization, San Fransisco: Barret-Koehler Publishers, 1993

Jurnal Transparansi , Jakarta: Masyarakat Transparansi Indonesia, edisi 18 Maret 2000

Osborne dan Gaebler, Mewirausahakan Birokrasi. Jakarta; Pustaka Binaman Pressindo, 1995

Fredickson, George, The Spirit of Public Administration, San Fransisco: Jossey Bass, 1997

Makalah Seminar Anti Korupsi oleh Yesmil Anwar, S.H., M.Si disampaikan pada seminar anti korupsi di UNPAD Bandung 2006

Jurnal Administrasi Publik Budaya Birokrasi Pelayanan Public oleh : Drs. Agus Suryono. MS
























*Kandidat Master Public Admnistration FISIPOL Gadjah Mada University